Jakarta, kupasfakta.com – Kemenristek Dikti atau Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah melakukan penonaktifan terhadap 243 kampus di Indonesia.
Keberadaan kampus-kampus tersebut tersebar di berbagai
provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan
Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dampak buruk dari penonaktifan ini adalah ijazah para
alumni dari kampus-kampus yang terkena dampak tidak dapat digunakan untuk
melamar pekerjaan di sektor pemerintahan.
Pada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada
tahun 2016, Kemenristek Dikti telah mengingatkan pemerintah, khususnya Badan
Kepegawaian Negara (BKN), untuk tidak menerima para alumni dari kampus-kampus
yang telah dinonaktifkan tersebut.
“Jika ijazahnya digunakan untuk melamar CPNS, tidak
akan bisa diterima, karena BKN tidak akan mengakui ijazah tersebut,” kata
Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Kemenristek Dikti, Patdono Suwignjo, seperti dikutip dari Pojoksatu.id.
Berdasarkan data yang ada, di Provinsi Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, terdapat 10 kampus yang masuk dalam
daftar merah, sehingga para alumni dari kampus-kampus tersebut tidak dapat
mengikuti seleksi CPNS.
Berikut adalah nama-nama Kampus tersebut:
Provinsi Bali: Sekolah Tinggi Teknologi Dan Kejuruan
Gianyar. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jembrana Propinsi Bali
Provinsi Nusa Tenggara Barat: Akademi Manajemen Surya
Mataram, Akademi Teknik Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat, STIKES Yahya Bima
Propinsi Nusa Tenggara Barat
Sekolah Tinggi Teknik Bima Propinsi
Nusa Tenggara Barat : STAI Sultan Abdul Kahir NTB
Provinsi Nusa Tenggara Timur: STKIP Indonesia Kupang. Sekolah
Tinggi Ilmu Teknologi Kelautan
Universitas PGRI Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Baru-baru
ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud
Ristek) pada periode Januari-Maret 2023 juga mencabut izin operasional dari 17
perguruan tinggi yang dianggap tidak layak atau tidak sesuai dengan ketentuan.
Oleh karena itu, disarankan untuk memilih perguruan
tinggi yang benar-benar terakreditasi dan memiliki legalitas sesuai dengan
aturan saat memilih untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
Jika tidak melakukan pemeriksaan dengan baik, maka
waktu dan biaya yang diinvestasikan akan terbuang percuma dan akhirnya hanya
akan menimbulkan penyesalan yang tiada akhir.
Oleh karena itu, penting bagi calon mahasiswa untuk
teliti dalam memilih kampus agar terhindar dari masalah yang serupa.
Dalam konteks ini, Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) memiliki peran penting dalam mengawasi
dan mengatur akreditasi serta legalitas kampus-kampus di Indonesia.
Tindakan penonaktifan kampus dan pencabutan izin
operasional yang dilakukan oleh Kemenristek Dikti bertujuan untuk menjaga
kualitas pendidikan tinggi di negara ini.
Bagi para calon mahasiswa, sangat disarankan untuk
melakukan pengecekan yang teliti terhadap status akreditasi dan legalitas
kampus yang ingin mereka pilih.
Memilih kampus yang terakreditasi dan memiliki izin
operasional yang sah akan memberikan jaminan akan kualitas pendidikan yang
diberikan, serta menghindarkan mereka dari konsekuensi negatif di masa depan.
Dalam hal melamar pekerjaan di sektor pemerintahan,
keberadaan ijazah dari kampus yang terakreditasi menjadi syarat penting.
Dalam hal ini, BKN tidak akan mengakui ijazah dari
kampus-kampus yang telah dinonaktifkan atau dicabut izin operasionalnya.
Oleh karena itu, para calon mahasiswa diimbau untuk
memperhatikan dengan serius pilihan kampus mereka.
Melakukan penelitian, berkonsultasi dengan pihak
terkait, dan memastikan keberadaan akreditasi dan legalitas kampus dapat
menghindarkan mereka dari risiko yang tidak diinginkan di masa depan. (Pas/Red)