Tuduhan adanya
dugaan praktik cawe - cawe antara pejabat Badan Pengawas Keuangan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (BPKP Kepri) dengan Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Pemerintah Kota Batam.
Sebagaimana
dikatakan komisaris CV. Putra Kajima, Suparman, bukan tidak mungkin adalah
suatu kebenaran. Cawe - cawe ini adalah bagian dari strategi untuk mendapatkan
sejumlah dana (fee) ketika kontraktor akan mendapatkan pembayaran atas
selesainya pekerjaan mereka.
Pernyataan
Suparman yang dikutip Kupas Fakta dari pemberitaan sejumlah media Batam, bahwa
selaku seorang pengusaha kontraktor Suparman, mengalami sendiri adanya praktik
cawe - cawe tersebut. Karenanya pihak perwakilan BPKP Kepri dilaporkan ke BPKP
Pusat, terkait keterlibatan pejabat BPKP Kepri, dalam pembuatan dua laporan
tagihan proyek objek yang sama (double posting) dengan nilai tagihan berbeda.
Laporan ke BPKP
Pusat tersebut teregistrasi dengan surat nomor : 010/CK-BPK RI/ IV/2024, 4
April 2024. Prihal Pengaduan Pelanggaran Kode Etik oleh BPKP Perwakilan
Kepulauan Riau (Kepri).
Suparman juga
membuat laporan yang sama kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dengan
tembusan Ombusman Pusat.
Sebelumnya
Suparman, sudah memohon penjelasan kepada pihak BPKP Kepri, melalui surat yang
dikirimkannya 20 Maret 2024, Nomor: 011/CK/BTM/III/2024.
"Setelah saya
tahu, di sini ada BPKP bermain, dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan dia (BPKP), itukan merugikan saya. Surat yang
saya sebarkan itukan merugikan saya. BPKP membuat dua opsi (dua laporan keuangan
yang berbeda), itu kan dua opsi gak benar itu, kan mengadu-adu namanya BPKP itu
(kontraktor dan pemerintah). Permasalah
ini saya laporkan juga ke KASN Pusat, dan ke Ombudsman,” kata Suparman.
Adapun
kronologisnya, bermula ketika perusahaan milik Suparman, CV Putra Kajima yang
beralamat di Ruko Greenland Blok F2 Nomor 07, Teluk Tering, Kecamatan Batam
Kota, Kota Batam, adalah sebagai pihak pemenang lelang tender untuk mengerjakan
proyek Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) Kota Batam, dengan kontrak
No. 41/PG.01.02/SPJ/RJ/BM/IV/2022, 06 April 2022, Paket Peningkatan Jalan
Simpang Global - Yos Sudarso-Simpang Seruni (Tahap 2).
Pascah
penyelesaian proyek tersebut hingga saat ini perusahaan kami belum dibayar
lunas Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam. Adapun alasannya karena
kami menolak adanya pemotongan dana sebesar Rp780 juta, oleh PPK bernama Dohar
Magalindo, dengan alasan yang tidak jelas, ungkap Suparman.
Adapun
keterlibatan BPKP Kepri dalam merugikan kontraktor, kata Suparman, bermula
adanya dari final kwantiti proyek dengan nilai kontrak pekerjaan sebesar
Rp7.209.547.880,00.
Sisa belum dibayar
menurut kontrak masih 57% atau Rp4,5 miliar. Sedangkan riil pelaksanaanya Rp4,9
miliar.
Namun versi PPK,
Dohar tanpa bisa memberikan data alasan pemotongan sisa tagihan adalah Rp3,940
miliar.
“Kalau maunya
Dohar, ini dipenuhi maka saya akan mengalami kerugian Rp960 juta,” kata
Suparman.
Anehnya,
berdasarkan tagihan versi BPKP lainnya adalah sebesar Rp 4,112 miliar sehingga
potensi kerugian akibat pemotongan tagihan Rp788 juta.
“Kedua hitungan
tagihan ini melibatkan pihak BPKP. Bagaimana bisa ada dua versi, harusnya
hitungan untuk ke saya dan BPKP harus sama. Disinilah saya menilai BPKP cawe -
cawe dengan PPK dengan membuat tagihan double posting, tapi berbeda,” ujar
Suparman.
“BPKP
mereferensikan kepada kami Rp4, 112 miliar sisa dari tagihan saya itu. Ada
bukti sms-nya ke saya. Tetapi diam-diam BPKP membuat juga skenario dengan
pejabat PPK Dohar, diharapkan dia kasih ke Dinas Bina Marga nilainya lebih
rendah. Saya tanya ke dia kenapa bisa dua laporan yang berbeda. Lalu mereka
(BPKP) memanggil saya ke kantornya, tetapi saya tidak bersedia. Saya mau
telusuri lebih dahulu sebab mereka (BPKP) membuat laporan dan diantarkan ke PU
(Bina Marga). Semestinya jika ada laporan dari BPKP, harusnya saya diberikan
juga (tembusannya),” tegas Suparman.
Sudah menjadi
rahasia umum keberadaan poyek di Pemko
Batam, kata Suparman pada umumnya diduga ada ‘fee’ yang wajib diberikan
pelaksana proyek, yakni para kontraktor kepada pejabat Pemko Batam, melalui
Pejabat Pembuat Komitmen/PPK.
Tidak hanya
sebatas itu, permainan ini bahkan melibatkan pejabat Perwakilan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (BPKP Kepri), yang
ikut cawe - cawe dalam praktik memanipulasi pembayaran proyek instansi kepada
kontraktor.
Memang kalau
bicara kata praduga/dugaan ini dalam perspektif Ilmu Penelitian Hukum, adalah
sesuatu yang tidak bersuara, namun yang tidak bersuara ini akan bersuara
lantang ketika kata dugaan ini masuk dalam ranah persidangan, melalui kewenangan
yang dimiliki seorang Hakim.
”Dugaan kita ya,
pasti kalau saya katakan begini, ya setiap proyek di Batam ini enggak ada
enggak main-main fee. Kita ‘disclaimer’ dulu ini bahwa ini dugaan kita ya.
Dugaan kita seperti itu, tapi memang kalau kita bicara dugaan, kalau di dalam
Ilmu Penelitian Hukum dugaan itu tidak berbunyi di situ dugaan. Itu berbunyi di
pengadilan, pengadilan yang memegang kalimat,” ujar Suparman.
Suparman, menyebut
pihaknya menduga proyek-proyek fisik di Pemko Batam penuh dengan kolusi dan
korupsi. Adapun proses pengaturannya ada di tangan PPK. Pejabat itu bekerjasama
dengan BPKP Kepri, dalam mengatur laporan keuangan sehingga dibuat laporan palsu
yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“(PPK) Ini kan
tempat basah, mungkin dia (PPK) banyak setor ke mana-mana. Duit empuk (banyak)
di situ, banyak proyek masuk yang pakai fee (komisi atau gratifikasi),” jelas
Suparman.
Suparman
menegaskan, dalam sepuluh tahun terakhir, Walikota Batam ex-officio Kepala BP
Batam, Muhammad Rudi, saat ini tidak lagi membina kontraktor tetapi justru
membinasakan, khususnya dalam masa lima tahun terakhir menjelang berakhir
jabatannya.
“Enggak (membina),
dia (Wako Batam-red) membinasakan kontraktor, bukan membina kayaknya dalam 10
tahun terakhirnya, terutama paling menyolok, dalam 5 tahun terakhir. Semenjak
PPK-nya Dohar, itu memang hancur-hancuran kontraktor, banyak kontraktor yang berani
ngomong kayak gitu. Bisa ditanya saja kalau saya ngomong kan apa adanya saja
kan, gak ada saya tutup-tutupi,” tegas Suparman.
Dan salah satu
tindakan sangat merugikan kontraktor karena keterlibatan BPKP dalam pembuatan
laporan untuk mengelabui dugaan tindak korupsi dalam proyek-proyek yang
dijalankan pemerintah, baik Pemko Batam, maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“BPKP bermain di
sini dengan surat yang dikeluarkan. Banyak surat pengaduan saya kirim ke
Inspektorat, ada 23 kali, dan 40 kali surat saya kirimkan ke Walikota Batam,
tetapi tidak ada tindakan perbaikan,” sesal Suparman.
Walikota Batam
ex-officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, ketika dihubungi Kupas Fakta melalu
pesan WhatsApp di nomor selularnya sampai batas waktu tertentu berakhir tidak
bersedia memberikan konfirmasi dan tanggapan atas berbagai pernyataan Suparman
di sejumlah pemberitaan Media lokal Batam dan Nasional, khususnya pernyataan
bahwa Muhammad Rudi, tidak lagi melakukan pembinaan kepada para kontraktor
Batam, dalam sepuluh tahun masa jabatannya, justru keberadaan para kontraktor
dibinasakan, khususnya dalam masa lima tahun jabatan keduanya.
Ketika pernyataan
Suparman, dikonfirmasi Kupas Fakta melalui pesan WhatsApp ke nomor selular
Wakil Kepala/Kordinator Pengawasan investigasi BPKP Perwakilan Provinsi Kepri,
kata Agustanto, namun tidak memberikan tanggapan.
Begitupun permintaan konfirmasi kepada Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batan, Suhar, tidak bersedia memberi tanggapan. (Azhar)