Kota Bekasi. Kupas Fakta Com
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
awalnya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 (Perpres 54/2010),
dan diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, kemudian diubah lagi
dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam peraturan presiden tentang
pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut, ditentukan dengan jelas, definisi
dan ruang lingkup pengadaan barang/jasa pemerintah, maksud dan tujuan pengadaan
barang/jasa pemerintah, prinsip dan cara pengadaan barang/jasa pemerintah,
serta pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sehingga setiap PPTK/PPK dan
pejabat pengadaan lainnya seharusnya paham betul apa yang telah ditetapkan
dalam Perpres tentang pengadaan barang/jasa pemerintah ini. Dan PPTK maupun PPK
memikul tanggung jawab besar karena ada konsekuensi hukum di dalam Perpres ini.
Khususnya PPK, bila pengadaan barang/jasa yang dikelolanya bermasalah, maka PPK
(Pejabat Pembuat Komitmen) adalah pejabat yang pertama kali diseret ke meja
hijau.
Kejadian dimana PPK menjadi
tersangka, terdakwa dan terpidana akibat kegiatan pengadaan barang/jasa yang
dikelolanya bermasalah bukanlah hal baru. Dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun ini,
masih jelas di benak publik bagaimana PPK dan Penyedia Jasa dijadikan tersangka
oleh Kejaksaan dan menjadi pesakitan di rumah tahanan. Seperti yang terjadi di
Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup
Kota Bekasi.
Tapi walaupun demikian, kejadian
yang mencoreng muka dan wibawa kota Bekasi itu seakan tidak memberikan efek
apa-apa kepada para pejabat Kota Bekasi. Bahkan beberapa pejabat mengatakan,
“sedang apes”, ketika dimintakan tanggapan terhadap kejadian diatas. Bagi
mereka itu biasa dan hanya kebetulan sial saja.
Di dalam Perpres 54/2010 dan
berbagai perubahannya, sangat jelas ditekankan bahwa khusus untuk Pengadaan
Langsung, adalah kegiatan yang merupakan wujud pertanggungjawaban pemerintah
(dalam hal ini Pemerintah Daerah Kota Bekasi—red) untuk meningkat perekonomian
dan peran serta pelaku usaha daerahnya. Sehingga mengacu pada Perpres diatas,
PPK dan pejabat pengadaan dalam mengelola kegiatan Pengadaan Langsung harus
mengacu pada prinsip berikut;
- Merupakan
kebutuhan operasional K/L/D/I;
- Teknologi
Sederhana;
- Risiko kecil;
dan/atau
- Dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha
orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil,
kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak
dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro,
Usaha Kecil, dan koperasi kecil.
Jadi sejatinya, PL (Pengadaan
Langsung), adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil
dan Koperasi Kecil (UMKM) di daerahnya. Hal ini dibutuhkan agar setiap uang
yang dianggarkan dalam APBD Kota Bekasi memiliki manfaat yang optimal untuk
sebesar besarnya kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Kota Bekasi. Dan bila
ada PPTK/PPK dan pejabat pengadaan yang tidak paham maksud dan tujuan
diadakannya paket kegiatan Pengadaan Langsung, maka Inspektorat, Sekda dan Wali
Kota perlu mengevaluasi kinerja para pejabat pengadaan ini.
Ada 3 (tiga) OPD yang mengelola
APBD dengan jumlah sangat besar. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA),
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtah), dan Dinas
Pendidikan (Disdik). Ketiga OPD ini mengelola ratusan kegiatan yang semestinya
diperuntukkan sebesar-besarnya bagi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat kota Bekasi.
Namun dalam kenyataannya, PPK dan
pejabat pengadaan terlihat kurang paham maksud dan tujuan diadakannya Pengadaan
Langsung. Karena sejauh ini, paket kegiatan non tender, atau PL (pengadaan
langsung), didominasi oleh Pelaku Usaha dari luar Kota Bekasi, seperti Jakarta,
Tangerang, Bogor dan Kabupaten Bekasi. Dan ketika dipertanyakan apa dasarnya
perusahaan-perusahaan luar kota Bekasi ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan
PL-PL tersebut, mereka tak mampu menjawabnya.
Dikarenakan adanya beberapa
perubahan, kini pekerjaan konstruksi tidak lagi menjadi domain dari DBMSDA dan
DISPERKIMTAH. Sehingga dengan adanya perubahan ini, ratusan pekerjaan fisik di
OPD seperti Dinas Pendidikan dan lainnya, kini dapat langsung dikelola oleh
dinas terkait, walaupun dalam pembuatan RAB dan Desain Engineering Design
(DED)-nya masih menggunakan jasa dari Disperkimtah. Sedangkan pemilihan dan
penentuan penyedia jasa, diberikan kewenangannya kepada PPK dari dinas
tersebut.
Puluhan bahkan mendekati ratusan
paket pekerjaan konstruksi di Dinas Pendidikan, DBMSDA, dan Perkimtah Kota
Bekasi, ternyata dikerjakan oleh banyak perusahaan dari luar kota Bekasi. Dan
kita dapat melihat sendiri di laman lpse.bekasikota.go.id perusahaan-perusahaan itu
mengerjakan lebih dari 2 paket sekaligus di dinas yang sama. Ini jelas sudah
bertentangan dengan maksud dan tujuan Pengadaan Langsung yang ditekankan dalam
Perpres 54/2010.
Seperti salah satu Paket Pekerjaan
Pengadaan Langsung di Dinas Pendidikan Kota Bekasi yang sekarang sedang
berlangsung, bagaimana sebuah pekerjaan yang hanya berupa pengecatan kelas
saja, Dinas Pendidikan Kota Bekasi, harus menunjuk perusahaan dari Jakarta,
Bogor dan Tangerang untuk mengerjakannya. Dan ketika dipertanyakan langsung
kepada PPK-nya, apakah dasar dan alasan PPK menetapkan perusahaan itu sebagai
penyedia, tidak satupun PPK di Dinas Pendidikan mampu menjawabnya, alias diam
membisu.
Demikian juga yang terjadi di
DBMSDA Kota Bekasi, sebuah paket pekerjaan perbaikan saluran dan pengaspalan,
yang notabene sebuah pekerjaan yang sangat sederhana, DBMSDA harus menunjuk
perusahaan Jakarta untuk mengerjakannya. Ini seharusnya menjadi perhatian
serius Wali Kota, Sekda, dan Inspektur Kota Bekasi. Dimana semestinya APBD Kota
Bekasi dipergunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat Kota Bekasi. APBD Kota Bekasi dipakai sebagai stimulus
peran serta pengusaha lokal, kecil, dan mikro hingga koperasi kecil dan mikro.
Saat berbincang dengan Kepala
Inspektorat Kota Bekasi, di ruang kerjanya, IP sempat mempertanyakan, apa
kira-kira dasar ditunjuknya perusahaan Jakarta untuk mengerjakan PL, apakah
karena pekerjaan tersebut rumit dan sulit sehingga tidak ada perusahaan Bekasi
yang mampu mengerjakannya, atau menggunakan teknologi yang canggih yang tidak
dimiliki oleh perusahaan Bekasi, atau hanya karena “pertemanan” dan “cashback” dari penyedia? Dan Inspektur
kala itu mengatakan bahwa bila itu yang terjadi, sudah masuk ranah Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme (KKN).
KKN atau Kolusi Korupsi dan
Nepotisme, tidaklah mudah dihilangkan dari Bumi Kota Bekasi ini. 2 mantan Wali
Kota Bekasi, terbukti masuk sebagai pesakitan di rumah tahanan karena kasus
KKN. Banyak Kepala Dinas, Kepala Bidang dan banyak Pengusaha juga berujung
menjadi Pesakitan di rumah tahanan, lagi-lagi karena kasus KKN.
KKN di kota Bekasi seakan sudah
menggurita memasuki hampir semua bidang. Mantan Kepala Dinas BMSDA, Perkimtah,
Camat dan Lurah juga nyata-nyata terjebak dalam Gurita KKN. Anehnya, zaman
sudah berubah tapi perilaku koruptif para pejabat Bekasi belum berubah. Setiap
tahun publik selalu disuguhkan pemberitaan bagaimana buruknya perilaku para
pejabat Kota Bekasi.
Dan sektor pengadaan barang/jasa
pemerintah menjadi sektor yang paling diminati menjalankan praktek-praktek KKN,
terlebih dalam Pengadaan Langsung, karena lemahnya pemahaman akan peraturan
yang ada, lemahnya pengawasan internal, ditambah tingginya nafsu hedonis para
penyelenggara negara yang mau tidak mau terpaksa harus menyingkirkan rasa takut
akan HUKUM dan dampak yang diakibatkannya. (RED)
Oleh:
Godlife Panjaitan/Timbul Sinaga.SE
Tim
Aliansi Media Cetak Dan Online Berkarya