Bekasi, Kupasfakta.com
Sepertinya
sektor Pengadaan Barang/Jasa (Barjas) pemerintah dinilai makin mendekati titik
suram. Terlebih dengan pendekatan e-purchasing di hampir semua pengadaan
instansi.Beberapa waktu lalu, E-Purchasing hanya menyentuh level pengadaan Barang
Jasa.
Misalnya,
pembelian meja/kursi (meubelair), pembelian ATK (alat tulis kantor), dan
pembelian Obat-obatan dan Alkes (Alat Kesehatan).
Kini, metode
e-purchasing sudah dipakai dalam sektor konstruksi.Setiap metode yang digunakan
memang ada kelebihan dan kekurangannya. Demikian juga dengan metode
e-purchasing. Di dalam metode ini, pengadaan Barang/Jasa pemerintah menjadi
lebih sederhana, hemat waktu dan tentunya akan lebih efektif, efisien dan
bermuara pada efisiensi anggaran negara.
Tapi, ada beberapa
hal yang ternyata kemudian menyeruak ke permukaan. Metode E-Purchasing, menjadi
metode pelindung akan suatu bentuk KKN yang lebih masif, karena bersifat
tertutup dan penuh dengan transaksional.
PPK maupun pejabat
pengadaan lain, kini lebih memilih metode E-Purchasing, karena tersembunyi dan
lolos dari perhatian publik, sehingga beberapa hal yang menjadi rambu-rambu
dalam E-Purchasing pun diduga mereka langgar, karena kurang dan lemahnya
pengawasan, baik internal maupun eksternal.
Seperti salah satu
paket pekerjaan di DBMSDA Kota Bekasi pada tahun anggaran 2023 lalu. Yaitu
kegiatan Lanjutan Pelebaran Jalan Pangkalan 2 Sumur Batu.
Lanjutan Pelebaran Jalan Pangkalan 2 Tahap 3
Sumur Batu (SILPA BKK DKI Jakarta TA 2022)/ Kec. Bantargebang (RUP Rp.
11.550.000.000)
Kegiatan ini
semakin terlihat aman, ketika ternyata baik Pejabat Pengadaan, sampai
Inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) seakan tidak
memahami metode E-Purchasing, atau mungkin mereka terpaksa bungkam dengan
kegiatan yang terkesan dipaksakan tersebut.
Kejanggalan 1:
Kegiatan Konstruksi berupa peningkatan jalan ditambah pemasangan U-ditch dengan
anggaran Rp. 11 miliar lebih di akhir tahun anggaran;
Kejanggalan 2:
Pemilihan Penyedia menggunakan Metode E-Purchasing
Kejanggalan 3:
Metode E-Purchasing dengan menggunakan E-Katalog Lokal Kota Bekasi.
Kejanggalan 4:
Penyedia yang dipilih dan ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah
perusahaan yang berdomisili di DKI Jakarta, CV. Rainy’s Crown Abadi, yang
beralamat di Jln. Kebun Bawang VIII, No. 22, RT. 019, RW. 001, Kelurahan Kebun
Bawang, Kecamatan Tanjung Priok.
Dalam Perpres 54
tahun 2010 serta beberapa perubahannya menegaskan bahwa E-Katalog Lokal adalah
upaya pemerintah untuk onboarding UMKM ke digital. Jadi setiap pemerintah
daerah memiliki tanggung jawab agar UMKM yang berada di wilayah dapat ikut
berperan aktif dalam pembangunan. Dan batasan tertinggi nilai paket pekerjaan
yang dapat dikerjakan oleh perusahaan menengah, kecil, mikro dan Koperasi
maksimal sebesar Rp. 2,5 Miliar.
Menurut beberapa
kabar yang masuk ke redaksi bahwa kegiatan ini sarat dengan kolusi karena
merupakan “titipan” mantan Wali Kota, sehingga dipaksakan untuk terserap di
akhir tahun anggaran 2023, dan supaya prosesnya cepat dan tidak ada yang bisa
“menyodok” bila dilakukan lelang terbuka, maka panitia menjadikannya sebagai
kegiatan E-Purchasing, dan dengan beraninya dimasukkan dalam E-katalog Lokal
Kota Bekasi.
Kebijakan
Pemerintah Pusat melalui LKPP, kini menyediakan fasilitas E-Katalog Lokal.
Dimana dalam fasilitas ini, tiap pemerintah daerah dapat lebih mudah memberikan
percepatan pemerataan ekonomi di daerahnya masing-masing. Untuk itu, dalam
proses verifikasi perusahaan yang akan masuk dalam E-katalog lokal tidak perlu
melalui LKPP pusat, namun dapat hanya diverifikasi oleh Bagian PBJ (Pengadaan
Barang dan Jasa) di masing-masing pemerintah daerah. Hal ini memudahkan pelaku
usaha menengah, kecil, mikro dan Koperasi untuk dapat memajang produknya dalam
e-katalog dan pemerintah daerah mengalokasi sekitar 40 persen anggaran
pengadaan kepada para pelaku usaha menengah, kecil, mikro dan koperasi,
sehingga APBD menjadi lebih tepat sasaran dan berkeadilan.
Namun,
kenyataannya, E-katalog Lokal Kota Bekasi, lebih didominasi oleh
perusahaan-perusahaan dari Luar Kota Bekasi, dan paling banyak berdomisili di
DKI Jakarta. Ini jelas-jelas bertentangan dengan maksud dan tujuan diberikannya
fasilitas E-Katalog Lokal oleh LKPP kepada pemerintah daerah. Karena akhirnya,
fasilitas ini menjadi ladang kolusi, korupsi dan nepotisme yang melibatkan
pengusaha luar kota, panitia pengadaan, dan PPK. Ironisnya, APIP sebagai pihak
yang diharapkan menjadi pengawas dalam pengadaan yang berada di daerah,
terpaksa (dipaksa—red) BUNGKAM.
Redaksi pada 28
Maret 2024, telah mengirimkan surat ke DBMSDA terkait kegiatan di atas, dan
tembusan ke Pj. Wali Kota, Sekretaris Daerah dan juga ke Inspektur. Tapi,
setelah lebih dari sebulan, barulah surat jawaban dari DBMSDA datang. Itupun,
dari 10 poin yang dipertanyakan, pihak DBMSDA hanya menjawab 3 pertanyaan.
Sebuah sikap yang sangat menyepelekan arti UU Nomor 14 Tahun 2008, UU Nomor 25
tahun 2009. Lebih mirisnya lagi, baik Pj. Wali Kota, Sekda dan Inspektur Kota
Bekasi memilih diam membisu.
Ketika APIP
sebagai whistleblower pengadaan barang/jasa pemerintah saja bungkam, hal baik
apalagi yang bisa diharapkan Publik kepada pemerintah daerah Kota Bekasi. Semua
tidak berani berbuat dan lebih memilih diam. Seakan kebenaran dan kejujuran
menjadi momok yang mengerikan bagi mereka.
Wajarlah, bila kasus Korupsi di sektor pengadaan
barang/jasa pemerintah di Kota Bekasi silih berganti bermunculan setiap
tahunnya. Dan slogan, bahwa Jujur itu Hebat, tidaklah sesuatu hal yang menarik.
Karena pengawas internal pun tidak mampu berbuat banyak.
J. Heriyanto, salah satu pemerhati kebijakan publik
kepada IP, Jumat (17/5), saat berbincang terkait pengadaan barang/jasa
pemerintah, mengatakan bahwa semua permasalahan itu kembali ke APIP. “Walaupun
kita melaporkan indikasi korupsi di salah satu dinas ke APH, semisal Kepolisian
atau Kejaksaan, tetap saja nanti dikembalikan ke Inspektorat (APIP). Jadi
lemahnya kinerja APIP selama ini menjadikan Kota Bekasi selalu riuh kasus
korupsi setiap tahunnya. Dan kami sebagai pihak eksternal tidak dapat lagi
berharap banyak dengan APIP,” jelasnya. (GP-IP2)