"Kontraktor Sudah Lama Menyelesaikan Proyek Pekerjaannya, Tatapi Pembayaran Pelunasan Proyek Ditahan PPK dan BPKP Kepri Dengan Alasan Yang Tidak Jelas."
BATAM, Kupasfakta.com
Maraknya
pemberitaan kasus dugaan cawe - cawe salah seorang Pejabat Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kepri (BPKP Kepri) dengan Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Bina Marga Kota Batam.
Dengan cara diduga
memanipulasi laporan anggaran sisa pembayaran proyek kepada pihak kontraktor,
menjadi atensi dan perhatian Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Forum
Komunikasi Rakyat Indonesia (LSM FORKORINDO), Tohom TPS. SH, SE, MM, untuk
mengkritisinya.
Melalui komunikasi
telepon selularnya kepada media kupasfakta.com Tohom mengatakan, bahwa kasus
ini mengelitik intuisi nalar pikirannya untuk mengali lebih dalam lagi untuk
mendapatkan benang merah atau akar permasalahannya, kenapa kasus ini bisa
terjadi.
"Sebagai
seorang praktisi, begitu saya membaca berita kasus ini pikiran dan intuisi saya
spontan berselancar jauh untuk mencari akar permasalahannya," ujar Tohom,
Kamis (02/05/2024).
Menurut Tohom,
kontraktor pemenang lelang proyek secara umum mendapatkannya melalui proses
lelang proyek dengan persaingan yang begitu ketat, bahkan harus siap menghadapi
intrik intrik jebakan dari PPK dan panitia lelang untuk mendiskualifikasi
peserta dengan alasan kekurangan kelengkapan dokumen.
"Karenanya
secara umum para kontraktor pemenang lelang itu sebagian besar bukan karena ada
transaksi fee untuk memenangkan proses lelang. Karena itu secara nyata pula
akhirnya para pemenang proyek lelang akan dikerjain oleh PPK dalam pelaksanaan
termyn pekerjaannya khususnya ketika masuk ke termyn pembayaran
pekerjaan," paparnya.
Seperti
Permasalahan yang dialami CV. Putra Kajima, menurut Tohom sangat luar biasa dan
sudah di luar nalar akal sehat. Zolim mereka, ketus Tohom.
Sebab kalau
sebatas PPK yang bermain ("memeras"-red) itu sudah menjadi rahasia
umum dikalangan para kontraktor, khususnya untuk pekerjaan berskala kecil alias
Penunjukan Langsung (PL).
"Namun
menjadi luar biasa ketika lembaga terhormat Negara sekelas BPKP cawe -
cawe dengan PPK ketika masuk proses
pembayaran pekerjaan kepada kontraktor. Dengan terungkapnya kasus ini tentunya
sangat memalukan dan mencoreng nama institusi BPKP," kata Tohom.
Sangat ironis dan
terbilang kejam, padahal proyek tersebut sudah sangat lama selesainya, bahkan
sudah dinikmati masyarakat pengguna jalan Batam, namun belum dibayar PPK sisa
anggaran proyek dikarenakan kontraktornya menolak pemotongan pembayaran tanpa
ada dasar hukumnya.
"Apalagi
nilai pemotongan tersebut bila dipersentasikan dengan nilai proyek sebesar Rp7.209.547.880,00,
dan besaran pemotongan proyek, opsi 1 Rp. 960.000.000 atau opsi 2, 740.000.000.
Maka, sudah mencapai angka berkisar 11 - 15 persen, lantas darimana lagi
keuntungan kontraktornya kalau setuju dengan pemotongan usulan BPKP dan PPK
tersebut," ujarnya.
Tohom pun sangat
yakin, bahwa kondisi keuangan kontraktornya saat ini pasti sedang terbelit
hutang. "Apa perbuatan mereka itu bukan Zolim namanya," ketus Tohom
Kemudian sambung
Tohom, Diamnya para pejabat terkait yaitu Kadis Bina Marga dan Sumber Daya Air,
Suhar dan Pejabat BPKP Kepri, Imbuh Agustanto, mengindikasikan kebenaran adanya
kasus ini.
"Sebab setiap
kata yang terucap di media masa itu ada pertanggungjawaban publik dan hukumnya,
dan mereka yakin kontraktor yang di zolimi punya data lengkap, karenanya jalan
amannya diam, walaupun nama baik diri mereka dan kehormatan institusi lembaga
tempat mereka bekerja jadi malu dan rusak," ujarnya.
Sebegitu tegasnya
pernyataan kontraktornya yang di alamatkan kepada Walikota Batam ex officio
kepala BP Batam Muhammad Rudi, bahwa semasa dalam sepuluh tahun menjabat,
Walikota Batam ex-officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, saat ini tidak lagi
membina kontraktor tetapi justru membinasakan, khususnya dalam masa lima tahun
terakhir menjelang berakhir jabatannya.
Pernyataan
kontraktor tersebut pun Tohom sesali, kenapa tidak digubris oleh Muhammad Rudi.
Padahal dia adalah pejabat publik kepala daerah Batam, dan kepala BP Batam.
"Diamnya
Muhammad Rudi dapat diartikan tuduhan tersebut benar adanya, dan dengan
sendirinya mencoreng nama baik, kewibawaan serta kehormatan dirinya pribadi,
keluarga, jabatan dan nama baik kota Batam," ungkap Tohom.
"Dia, Rudi
kan memiliki instrumen yang siap diperintah seperti inspektorat atau humas
untuk mengeliminir atau menyelesaikan kasus ini secara cepat dan tepat. Diamnya
Dia (Rudi) sama dengan mengakui tuduhan tersebut benar," sambungnya.
Terakhir, Tohom
pun menilai, karena tidak proaktifnya BPKP Perwakilan Kepri dalam menyikapi
penyelesaian kasus ini oleh karenanya Forkorindo akan membawa persoalan kasus
ini ke pihak BPKP Pusat. "LSM Forkorindo akan segera membawa dan
melaporkan persoalan ini ke BPKP Pusat," pungkas Tohom.
Dalam pemberitaan
sebelumnya, kupasfakta.com merilis, bahwa adanya dugaan praktik cawe - cawe
antara pejabat Badan Pengawas Keuangan Pembangunan Perwakilan Provinsi
Kepulauan Riau (BPKP Kepri) dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Pemerintah Kota Batam, sebagaimana dikatakan
komisaris CV. Putra Kajima, Suparman, bukan tidak mungkin adalah suatu
kebenaran. Cawe - cawe ini adalah bagian dari strategi untuk mendapatkan
sejumlah dana (fee) ketika kontraktor akan mendapatkan pembayaran atas
selesainya pekerjaan mereka.
Bahwa sebagai
seorang pengusaha kontraktor Suparman, mengalami sendiri adanya praktik cawe -
cawe tersebut. Karenanya pihak perwakilan BPKP Kepri dilaporkan ke BPKP Pusat,
terkait keterlibatan pejabat BPKP Kepri, dalam pembuatan dua laporan tagihan
proyek objek yang sama (double posting) dengan nilai tagihan berbeda.
Laporan ke BPKP
Pusat tersebut teregistrasi dengan surat nomor : 010/CK-BPKP RI/ IV/2024, 4
April 2024, Prihal Pengaduan Pelanggaran Kode Etik oleh BPKP Perwakilan Kepri.
Suparman juga
membuat laporan yang sama kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dengan
tembusan Ombusman Pusat. Sebelumnya Suparman, sudah memohon penjelasan kepada
pihak BPKP Kepri, melalui surat yang dikirimkannya tanggal 20 Maret 2024,
Nomor: 011/CK/BTM/III/2024.
"Setelah saya
tahu, di sini ada BPKP bermain, dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan oleh
dia (BPKP), itu kan merugikan saya. Surat yang saya sebarkan itu kan merugikan
saya. BPKP membuat dua opsi (dua laporan keuangan yang berbeda), itu kan dua opsi
gak benar itu, kan mengadu-adu namanya BPKP itu (kontraktor dan
pemerintah). Permasalah ini saya
laporkan juga ke KASN Pusat, dan ke Ombudsman,” kata Suparman.
Adapun
kronologisnya bermula ketika perusahaan milik Suparman, CV Putra Kajima yang
beralamat di Ruko Greenland Blok F2 Nomor 07, Teluk Tering, Kecamatan Batam
Kota, Kota Batam, adalah sebagai pihak pemenang lelang tender untuk mengerjakan
proyek Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam, dengan kontrak No.
41/PG.01.02/SPJ/RJ/BM/IV/2022, tanggal 06 April 2022, Paket Peningkatan Jalan
Simpang Global-Yos Sudarso-Simpang Seruni (Tahap 2).
Pasca penyelesaian
proyek tersebut hingga saat ini perusahaan kami belum dibayar lunas oleh Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam. Adapun alasannya karena kami menolak
adanya pemotongan dana sebesar Rp780 juta, oleh PPK bernama Dohar Magalindo,
dengan alasan yang tidak jelas, ungkap Suparman.
Adapun
keterlibatan BPKP Kepri dalam merugikan kontraktor, kata Suparman, bermula
adanya dari final kwantiti proyek dengan nilai kontrak pekerjaan sebesar
Rp7.209.547.880,00.
Sisa belum dibayar
menurut kontrak masih 57% atau Rp4,5 miliar. Sedangkan riil pelaksanaanya Rp4,9
miliar. Namun versi PPK, Dohar tanpa bisa memberikan data alasan pemotongan
sisa tagihan adalah Rp3,940 miliar.
“Kalau maunya
Dohar, ini dipenuhi, maka saya akan mengalami kerugian Rp960 juta,” kata
Suparman. Anehnya, berdasarkan tagihan versi BPKP lainnya adalah sebesar
Rp4,112 miliar sehingga potensi. kerugian akibat pemotongan tagihan Rp788 juta.
“Kedua hitungan
tagihan ini melibatkan pihak BPKP. Bagaimana bisa ada dua versi, harusnya
hitungan untuk ke saya dan BPKP harus sama. Di sinilah saya menilai BPKP cawe -
cawe dengan PPK dengan membuat tagihan double posting, tapi berbeda,” ujar
Suparman.
“BPKP
mereferensikan kepada kami Rp4, 112 miliar sisa dari tagihan saya itu. Ada
bukti SMS-nya ke saya. Tetapi diam-diam BPKP membuat juga skenario dengan
pejabat PPK Dohar, diharapkan dia kasih ke Dinas Bina Marga nilainya lebih
rendah. Saya tanya ke dia kenapa bisa dua laporan yang berbeda. Lalu mereka
(BPKP) memanggil saya ke kantornya, tetapi saya tidak bersedia. Saya mau
telusuri lebih dahulu sebab mereka (BPKP) membuat laporan dan diantarkan ke PU
(Bina Marga). Semestinya jika ada laporan dari BPKP, harusnya saya diberikan
juga (tembusannya),” tegas Suparman.
Sudah menjadi
rahasia umum keberadaan poyek di Pemko
Batam, kata Suparman pada umumnya diduga ada ‘fee’ yang wajib diberikan oleh
pelaksana proyek, yakni para kontraktor kepada pejabat Pemko Batam, melalui
Pejabat Pembuat Komitmen.
Tidak hanya
sebatas itu permainan ini bahkan melibatkan pejabat Perwakilan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (BPKP Kepri), yang
ikut cawe - cawe dalam praktik memanipulasi pembayaran proyek instansi kepada
kontraktor.
Memang kalau
bicara kata praduga/dugaan ini dalam perspektif Ilmu Penelitian Hukum, adalah
sesuatu yang tidak bersuara, namun yang tidak bersuara ini akan bersuara
lantang ketika kata dugaan ini masuk dalam ranah persidangan, melalui
kewenangan yang dimiliki seorang hakim.
”Dugaan kita ya,
pasti kalau saya katakan begini, ya setiap proyek di Batam ini enggak ada
enggak main-main fee. Kita ‘disclaimer’ dulu ini, bahwa ini dugaan kita ya.
Dugaan kita seperti itu, tapi memang kalau kita bicara dugaan, kalau di dalam
Ilmu Penelitian Hukum dugaan itu tidak berbunyi di situ dugaan. Itu berbunyi di
pengadilan, pengadilan yang memegang kalimat,” ujar Suparman.
Suparman, menyebut
pihaknya menduga proyek-proyek fisik di Pemko Batam penuh dengan kolusi dan
korupsi. Adapun proses pengaturannya ada di tangan PPK. Pejabat itu bekerjasama
dengan BPKP Kepri, dalam mengatur laporan keuangan sehingga dibuat laporan palsu
yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“(PPK) Ini kan
tempat basah, mungkin dia (PPK) banyak setor ke mana-mana. Duit empuk (banyak)
di situ, banyak proyek masuk yang pakai fee (komisi atau gratifikasi),” jelas
Suparman.
Lebih jauh
Suparman menegaskan, dalam sepuluh tahun terakhir, Walikota Batam ex-officio
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, saat ini tidak lagi membina kontraktor tetapi
justru membinasakan, khususnya dalam masa lima tahun terakhir menjelang
berakhir jabatannya.
“Enggak (membina),
dia (Wako Batam-red) membinasakan kontraktor, bukan membina kayaknya dalam 10
tahun terakhirnya, terutama paling menyolok, dalam 5 tahun terakhir. Semenjak
PPK-nya Dohar, itu memang hancur-hancuran kontraktor, banyak kontraktor yang berani
ngomong kayak gitu. Bisa ditanya saja kalau saya ngomong kan apa adanya saja
kan, gak ada saya tutup-tutupi,” tegas Suparman.
Dan salah satu
tindakan sangat merugikan kontraktor karena keterlibatan BPKP dalam pembuatan
laporan untuk mengelabui dugaan tindak korupsi dalam proyek-proyek yang
dijalankan pemerintah, baik Pemko Batam, maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“BPKP bermain, di sini dengan surat yang dikeluarkan. Banyak surat pengaduan saya kirim ke Inspektorat, ada 23 kali, dan 40 kali surat saya kirimkan ke Walikota Batam, tetapi tidak ada tindakan perbaikan,” sesal Suparman. (M. Azhar/Tim Aliansi Media Cetak dan Online)