Bekasi, Kupasfakta.com
(tiga) orang
perwakilan Komite SMAN 13 Bekasi, Ketua, Sekretaris Komite dan salah satu orang
tua berinisial MNG, didampingi Tohom TPS, SH, SE, MM, Ketua Umum LSM
Forkorindo, dan juga sekaligus orang tua murid di SMAN 13 Bekasi, menyampaikan
aspirasi mereka terkait permasalahan di SMAN 13 Bekasi langsung ke Kepala KCD
Wilayah III Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, I Made Supriatna, Senin
(29/7).
Diterima oleh
Kepala KCD, I Made Supriatna, Kasubag Jajat, Analis Nurdin dan Ellis,
perwakilan Komite dan orang tua murid SMAN 13 Bekasi, mengadukan semua hal yang
berkaitan dengan kisruhnya kondisi di SMAN 13 Bekasi saat ini.
Permasalahan
dipicu saat Kepala SMAN 13 Bekasi, Hasyim, berencana untuk melakukan pergantian
Ketua Komite. Hal ini langsung ditentang oleh Tohom, yang merasa tidak dihargai
sebagai orang tua murid, dimana Ia mengatakan bahwa Komite Sekolah itu adalah
perwakilan dari semua orang tua murid yang ada. Ketua dan pengurus komite itu
dipilih secara musyawarah mufakat oleh para orang tua. Jadi yang bisa mengganti
ketua komite adalah orang tua itu sendiri, bukan kepala sekolah.
Keadaan semakin
meruncing, saat rumor mengenai hubungan terlarang antara kepala sekolah dengan
bendahara komite (perselingkuhan—red) terkuak ke publik. Ditambah dengan
penggunaan dana komite yang tidak transparan.
Akhirnya, secara
spontan, para siswa SMAN 13, baik dari kelas X, XI dan XII melakukan unjuk rasa
dan orasi menuntut beberapa hal kepada kepala sekolah termasuk diantaranya
untuk mengganti kepala sekolah yang menurut mereka telah melakukan hal-hal yang
memalukan SMAN 13 Bekasi.
I Made Supriatna
bersama jajarannya, mendengarkan dengan seksama semua aduan yang disampaikan
Tohom, Ketua Komite, Sekretaris Komite dan perwakilan orang tua tersebut. Ia
juga mempertanyakan dan meminta bukti atas dugaan-dugaan yang dilayangkan
tersebut. Ia berjanji akan segera menindak lanjuti permasalahan kisruhnya
kondisi di SMAN 13 Bekasi, termasuk aduan siswa yang diperdengarkan langsung
oleh Tohom melalui rekaman di perangkat seluler nya, bahwa para siswa SMAN 13
sebenarnya telah lama ingin mengungkapkan ketidakpuasan mereka atas kinerja
kepala sekolah.
Diantara beberapa
poin yang disampaikan perwakilan siswa, melalui rekaman panggilan telepon, yang
menarik perhatian adalah ternyata para siswa itu paham betul hak dan kewajiban
mereka di sekolah. Mereka meminta kepala sekolah untuk bertanggung jawab atas
minimnya kualitas sarana dan prasarana di sekolah. Antara lain, kondisi toilet
yang sudah rusak parah dan tidak dapat dipergunakan, juga AC Kelas yang sudah
hanya jadi pajangan dan tidak berfungsi. Lalu LKS tidak pernah mereka dapat.
Kemudian dukungan sarana dan prasarana ibadah untuk siswa non muslim serta
anggaran pelatih ekskul yang selama ini mereka biayai secara swadaya. Dan lebih
sedihnya, siswa itu juga menyampaikan bahwa mereka harus melunasi “tunggakan”
di sekolah, baru mendapatkan kartu ujian, dan ada penahanan ijazah bagi siswa
yang lulus kemarin karena belum melunasi beberapa tagihan di sekolah.
Made sangat
terkejut mendengarkan aduan siswa tersebut dan dengan tegas mengatakan bahwa
tidak adanya dukungan sarana dan prasarana ibadah untuk siswa non muslim adalah
hal yang tidak dapat dibenarkan. Ia mengatakan ini salah satu poin penting yang
harus dihindari terjadi di dunia pendidikan. Dan siswa tidak boleh terkendala
mendapatkan haknya hanya karena biaya.
“Sikap intoleran
menjadi sesuatu yang tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan. Dan kami
tegaskan, tidak boleh ada pungutan apapun di sekolah, baik itu SPP atau biaya
lain yang memberatkan orang tua. Apalagi harus melakukan penanganan ijazah. Ini
akan segera kami tindak lanjuti dan akan saya laporkan ke pimpinan kami di
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,” tegas Made selepas mendegar semua
keluhan Komite dan juga siswa. (Aliansi
Berkarya/Red)